Pakualaman
Sejarah berdirinya Pakualaman
Polemik di Kasultanan
Yogyakarta Sejarah berdirinya Pakualaman berawal pada 1808, ketika Herman
Willem Daendels diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Kebijakan
Daendels ternyata mendapatkan tentangan dari Sultan Hamengkubuwono II, yang
saat itu bertakhta di Kasultanan Yogyakarta
Akibat tindakannya itu, Sultan Hamengkubuwono II
dilengserkan. Daendels kemudian mengangkat GRM Soerojo sebagai raja baru
bergelar Sultan Hamengkubuwono III. Sedangkan saudara tiri Hamengkubuwono II,
Pangeran Notokusumo, yang juga ikut menentang Daendels, ditangkap dan dibawa ke
Batavia. Pada 1811, ketika kekuasaan kolonial Belanda di Pulau Jawa direbut
oleh Inggris, Thomas Stamford Raffles dikirim untuk menjabat sebagai Gubernur
Jenderal Britania Raya di Jawa. Untuk mendapatkan dukungan penguasa lokal, Raffles
kemudian membebaskan Pangeran Notokusumo dan berjanji akan mengembalikan
Hamengkubuwono II ke posisinya sebagai sultan. Sementara itu, Hamengkubuwono
III akan diturunkan kembali statusnya menjadi putra mahkota.
Geger Sepehi
Proposal yang diberikan Inggris itu ternyata diikuti dengan
beberapa syarat yang merugikan Keraton Yogyakarta. Salah satu syarat yang
ditolak oleh Sultan Hamengkubuwono II adalah pembubaran prajurit keraton.
Akibatnya, sultan berencana untuk menyerang Inggris. Namun, rencana itu
dibocorkan oleh Pangeran Notokusumo kepada Inggris, sehingga meletus
pertempuran berdarah pada Juni 1812, yang kemudian dikenal sebagai peristiwa
Geger Sepehi. Hasil dari pertempuran itu Hamengkubuwono II ditangkap dan
diasingkan ke Ambon. Sebagai penggantinya, pemerintah Inggris mengembalikan
Hamengkubuwono III ke singgasana keraton. Atas jasanya membantu Inggris, pada
29 Juni 1812 Pangeran Notokusumo dinobatkan sebagai Pangeran Mardiko atau
pangeran yang merdeka di dalam Keraton Yogyakarta, dengan gelar Paku Alam I.
Kontrak politik
Inggris-Pangeran Notokusumo Menyusul penobatannya sebagai
Pangeran Mardiko, Pangeran Notokusumo menyepakati kontrak politik dengan
pemerintah Inggris pada 17 Maret 1813. Penandatanganan kesepakatan tersebut menandai
berdirinya Praja Pakualaman. Beberapa hal penting dalam kontrak tersebut di
antaranya.
·
Pemerintah Inggris memberi perlindungan langsung
kepada Paku Alam dan keluarganya.
·
Inggris mengusahakan agar Sultan Hamengkubuwono
III memberikan tanah kepada Paku Alam sebesar 4.000 cacah, yang meliputi area
khusus di dalam Kota Yogyakarta dan kawasan yang disebut Adikarto (sekarang
terletak di Kabupaten Kulon Progo bagian selatan).
· Inggris memberikan 100 pasukan, lengkap dengan seragam dan persenjataannya, serta hak memungut pajak. Dengan berlakuknya kontrak politik ini, Praja Pakualaman resmi menjadi nama monarki terkecil di Jawa Tengah bagian selatan.
Kehidupan Pemerintahan
Sebagai swapraja,
Kadipaten Pakualaman diberi hak otonom, yakni daerah yang mencakup dalam Kota
Yogyakarta dan wilayah-wilayah Adikarto, di daerah selatan Kulon Progo
(Kapenawon, Temon, Wates, Panjatan, Gakur, dan Lendah).
Dengan demikian, statusnya mirip dengan Praja Mangkunegaran di Surakarta.
Praja Pakualaman juga dilengkapi dengan sebuah
legiun, tetapi tidak untuk bertempur. Fungsinya hanya sebagai seremonial dan
pengawal pejabat kadipaten. Pada 7 Maret 1822,
pemerintah kolonial Hindia Belanda memberi
gelar Paku Alam I, Pangeran Adipati. Sedangkan gelar Kanjeng Gusti Pangeran
Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam II baru diberikan oleh pemerintah kolonial
setelah ditandatangani kontrak politik lainnya. Pemerintahan dijalankan oleh
Pepatih Pakualaman bersama residen atau Gubernur Hindia Belanda untuk
Yogyakarta.
Status Pakualaman Status Praja Pakualaman beberapa
kali berganti seiring dengan perjalanan waktu, sebagai berikut.
Antara 1813-1816,
negara dependen di bawah Pemerintah Kerajaan Inggris India Timur (East Indian).
Antara 1816-1942, negara dependen Kerajaan Nederland, dengan status
Zelfbestuurende Landschappen Hindia Belanda.
Antara 1942-1945, bagian dari Kekaisaran Jepang dengan
status Kooti di bawah pengawasan Penguasa Militer Tentara XVI Angkatan Darat.
Antara 1945-1950,
negara dependen dari Republik Indonesia.
1950 hingga sekarang,
bersama Kasultanan Yogyakarta menjadi sebuah daerah istimewa.
Raja-raja Pakualaman KGPAA
Paku Alam I (1812–1829)
KGPAA Paku Alam II (1829–1858)
KGPAA Paku Alam III (1858–1864)
KGPAAPaku Alam IV (1864–1878)
KGPAA Paku Alam V (1878–1900)
KGPAA Paku Alam VI (1901–1902)
KGPAA Paku Alam VII (1903–1938)
KGPAA Paku Alam VIII
(1938–1998)
KGPAA Paku Alam IX
(1999–2015)
KGPAA Paku Alam X
(2016–sekarang)
Video Sejarah Pakualaman
Jika ingin mengetahui sejarah majapahit dapat datang ke museum History Of Java silahkan datang kesini dan dapat menghubungi untuk reservasi dapat menghubungi 085748228300
Lokasi:
Jl. Parangtritis Km 5.5 ( Pyramid Cafe) Tarudan Bangunharjo Sewon Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta Tarudan, Tarudan, Bangunharjo, Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55188
Jam:
Senin 09.00–18.00
Selasa 09.00–18.00
Rabu 09.00–18.00
Kamis 09.00–18.00
Jumat 09.00–18.00
Sabtu 09.00–18.00
Minggu 09.00–18.00
Comments
Post a Comment